Membina Masyarakat Sadar Hukum
Suatu
Negara tak akan berdiri dengan kokoh tanpa ada hukum sebagai penyokongnya.
Negara bisa disebut bukan negara tanpa adanya hukum. Indonesia salah satunya.
Bhineka Tunggal Ika memang semboyan Negara Republik Indonesia. Yang artinya
berbeda-beda tapi tetap satu. Namun, tak selamanya semboyan itu dapat berfungsi
secara efektif. Ada banyak faktor yang menyebabkan goyahnya semboyan tersebut.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah alat yang dapat mempertahankan semboyan
tersebut. Salah satunya adalah hukum. Dengan tidak adanya hukum, tentu negara
ini akan carut marut. Bagaimana tidak, sudah ada saja negeri ini masih carut
marut. Mengapa demikian? Bukankah hukum itu ada untuk menjadikan masyarakat menjadi
masyarakat tertib sosial? Tapi, kenapa justru masih saja tak ada perubahan?
Padahal, berbagai aturan sudah dibuat untuk menyelesaikan berbagai masalah di
negeri ini dan untuk memberikan perubahan kearah yang lebih baik.
Akhirnya,
masalah masyarakat Indonesia yang masih belum melek hukum terungkap. Sebab,
banyak sekali masyarakat yang belum mengerti tentang hukum negara ini.
Kurangnya sosialisasi terhadap hukum di masyarakat menyebabkan ketimpangan terhadap
hukum di negara ini. Wajar jika hukum yang baru dibentuk dan diresmikan hanya
beberapa kalangan masyarakat saja yang mengetahui hal tersebut. Karena, hukum
yang sudah ada sejak lama saja masyarakat masih banyak yang belum tahu.
Hukum
memang dibuat untuk seluruh rakyat dan untuk ditaati. Namun, tetap saja ada
beberapa masyarakat yang acuh tak acuh akan aturan sekaligus dengan sanksinya
itu. Akhirnya, aturan itu dilupakan dan lama-lama mati. Kurangnya pendidikan
menyebabkan beberapa pihak hanya ikut manggut – manggut saja terhadap suatu
aturan walau mereka tidak mengerti untuk apa aturan itu dan untuk siapa aturan
itu. Bahkan ada beberapa pihak yang tidak perduli atau cuek akan sanksi dari
aturan yang dilanggar. Karena mereka berpikir sanksi itu masih bisa mereka
tanggung. Bahkan, ada yang tidak menjadikan sanksi itu sebagai pelajaran bagi
mereka karena itu sudah biasa. Prinsip “Ah … orang lain juga tidak mematuhi.”
Sudah jadi tradisi yang turun temurun. Kurangnya pengawasan menambah
permasalahan. Tidak cocoknya antara sanksi dengan perkara yang diperbuat
membuat berbagai pihak geram. Bahkan ada beberapa pihak yang menutupi
kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat agar bisa meringankan beban mereka. Sehingga
masalah terus diungkit – ungkit dan justru membuang – buang waktu.
Ada
beberapa pihak yang melimpahkan kesalahan mereka kepada orang lain. Adapun
pihak yang bahkan mereka pasrah ketika dikenai hukuman yang tidak setimpal
dengan apa yang mereka perbuat karena mereka tidak punya kekuatan apa – apa . Tidak
ada perlindungan dan penghargaan lebih terhadap mereka yang mengatakan
kebenaran, membuat sebagian besar orang malas berbicara dan berpura-pura tidak
tahu.. Ancaman dan kolusi adalah senjata yang paling mutakhir dalam dunia hukum
untuk menutupi fakta. Yang memiliki bukti dan kekuatan lebih akhirnya yang
menang.
Alasan
aturannya yang terlalu bertele-tele membuat sebagian masyarakat lebih baik
tidak perduli akan hukum tersebut. Bahkan ada aturan yang hanya menguntungkan
beberapa pihak. Penyelidikan pun dapat dimanipulasi. Lagi – lagi, kolusi dan nepotisme
berlaku disaat yang bersamaan. Ditambah lagi tidak adanya aturan untuk anak
dibawah umur, membuat mereka ikut merasakan dunia orang dewasa lebih cepat. Walaupun
ada, tapi kurang jelas hukumnya. Memang aturan-aturan di Indonesia saat ini ada
beberapa yang harus dibenahi. Disesuaikan dengan jaman dan kondisi masyarakat. Penegak
hukum memang menegakkan hukum bukan berarti mereka kebal terhadap hukum.
Jika
ada satu organisasi khusus yang dibentuk oleh pemerintah untuk
mensosialisasikan hukum kepada seluruh masyarakat di Indonesia. Yang mengadakan
penyuluhan dan sosialisasi mulai dari yang di pedalaman, di pelosok, di desa,
sampai di kota. Masyarakat bisa saja
menjadi lebih melek hukum dan sadar hukum. Sehingga mereka pun bisa menilai
mana yang benar dan mana yang salah. Tentunya dengan persepsi mereka yang
disesuaikan dengan aturan yang berlaku. Sehingga para penegak hukum malu jika
mereka salah dalam menjalani tugasnya. Jika
ada beberapa pihak yang menolak kebijakan tersebut, maka mereka sebenarnya
tidak memiliki jiwa pemimpin. Karena
jika organisasi itu bukan dari pemerintah, kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah tidak akan meningkat. Dan lebih baik lagi jika mereka dilindungi
aturan tersendiri.
Seharusnya
moral masyarakat Indonesia lebih ditingkatkan lagi,
dibina, dan dibangun sejak dini agar generasi muda tidak mengulangi
kesalahan yang telah dilakukan para pendahulu mereka. Menerapkan rasa malu bila
melakukan hal yang buruk dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sebagai warga
negara yang baik. Menjadikan pendidikan karakter dan pendidikan kewarganegaraan
sebagai sesuatu yang menarik bukan sesuatu yang mengekang. Sehingga, jika generasi yang lebih muda
melakukan hal yang positif, mungkin generasi yang lama akan malu bila mereka
melakukan hal yang sebaliknya. Pendidikan agama sangat mempengaruhi dalam
pembentukan karakter masing – masing individu. Agar tidak ada Nara Pidana
dibawah umur. Bila ada, hukumannya sebaiknya setimpal dan dilakukan
rehabilitasi untuk mereka. Seperti berikan pendidikan karakter yang lebih untuk
mereka dan adakan sekolah khusus untuk mereka. Jika mereka telah berubah
menjadi orang yang lebih baik, maka hadiahkan mereka dengan memperbaiki citra
mereka di mata masyarakat. Dan berikan sanksi yang lebih jika mereka melakukan
kesalahan kembali. Sebaiknya, orang yang menegakkan keadilan dan kebenaran didukung,
dihargai, dan dilindungi bukan malah sebaliknya. Dan prinsip keadilan, kebijaksanaan, dan tidak pandang sebelah mata
dijunjung tinggi. Dan ada hukum yang melindungi mereka. Jika demikian mungkin masyarakat
akan lebih perduli akan hukum. Karena hukum tidak seburuk apa yang sebelumnya
mereka pikirkan. Sehingga tidak ada yang diremehkan dan direndahkan di mata
hukum Indonesia. Hukum Indonesia bisa menjadi hal yang menarik tapi tetap
dijunjung tinggi.